Program ini adalah pemindahan ke format digital materi-materi arsip cetak berupa foto, dokumen, dlsb, dan arsip-arsip gambar bergerak yang direkam dari perangkat analog. Diawali dengan mendigitasi materi arsip keluarga dari para pegiat MUAR dan rekan-rekan, program ini dikerjakan berdasarkan pemikiran bahwa materi-materi arsip, terutama yang berbasis cetak dan rentan rusak, tercecer atau terabaikan, perlu segera dipindahkan ke wahana berformat digital agar umurnya lebih panjang dan bisa tetap diakses dengan mudah untuk keperluan-keperluan tertentu. Materi asli arsip-arsip cetak dan media analog gambar bergerak tersebut tetap disimpan oleh pemiliknya setelah didigitasi dan. hanya disimpan oleh MUAR jika pemiliknya sendiri yang meminta. Setelah didigitasi, akan dikurasi lagi mana arsip yang bisa diakses oleh berbagai pihak, termasuk untuk kepentingan produksi dan presentasi artistik.
This program focuses on transferring archival materials into digital formats—ranging from printed photos and documents to moving images recorded on analog devices. It began with digitizing family archives from MUAR members and collaborators, driven by the urgency to preserve fragile, scattered, and often overlooked materials before they deteriorate. Digitization ensures their longer lifespan and easier access for various uses. The original materials remain with their owners, unless they request MUAR to keep them. Once digitized, the archives are further curated to determine which can be made accessible to a wider public, including for artistic production and presentation.
Koleksi Foto dan Dokumen Keluarga Ramlah Umar (Makassar)
Dari koleksi foto keluarga yang berjumlah ratusan ini ditemukan informasi dan cerita tentang Ramlah Umar bersama sanak saudaranya sejak remaja pada era 1970an di Enrekang, Sulawesi Selatan, dengan lanskap indah Tanah Duri sebagai latar. Lalu pada awal 1980an Ramlah pindah dan tinggal di Magetan, Jawa Timur selama beberapa tahun mengikuti suami yang mengurusi bisnis pengolahan kulit sapi dan kambing sampai bisnis tersebut digulung krisis ekonomi 1997 dan memaksa Ramlah dan keluarga kembali ke Makassar dan menetap hingga sekarang di kota ini. Koleksi foto ini juga menggambarkan suasana pulang kampung para perantau demi melepas rindu kepada sanak keluarga pada era 1980an dan 1990an. Selain itu, koleksi foto ini menggambarkan pula masa kecil 3 anak-anak Ramlah Umar yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan budaya Jawa di Magetan sampai usia sekolah beserta suasana liburan ke sejumlah obyek wisata di Pulau Jawa seperti Sarangan, Borobudur, Taman Mini Indonesia Indah, dlsb.
Family Photo and Document Collection of Ramlah Umar (Makassar)
From this collection of hundreds of family photographs emerge stories of Ramlah Umar and her relatives, beginning in the 1970s during her teenage years in Enrekang, South Sulawesi, with the scenic Tanah Duri landscape as a backdrop. In the early 1980s, Ramlah moved to Magetan, East Java, where she lived for several years while her husband managed a leather-processing business. The business was eventually swept away by the 1997 economic crisis, forcing Ramlah and her family to return to Makassar, where they remain today. The collection also captures the atmosphere of homecomings by relatives living away, who returned to reconnect with family throughout the 1980s and 1990s. In addition, the photographs document the childhood of Ramlah’s three children, who were born and raised in the cultural setting of Magetan until their school years, along with family trips to popular tourist sites in Java such as Sarangan, Borobudur, and Taman Mini Indonesia Indah.
Koleksi Foto dan Dokumen Keluarga M. Yusuf (Watampone)
M. Yusuf adalah PNS di lingkungan Departemen Agama, Kabupaten Bone. Ia berlatar belakang pendidikan pesantren DDI dan memiliki banyak koleksi kitab kuning. Materi arsip dan dokumen yang didigitasi dari pihak keluarga M. Yusuf, antara lain ijazah kelulusan sekolah di Gemmi, Bengo, Bone bertahun 1947, dan sejumlah ijazah lainnya serta kartu identitas bertahun era 1950-an, 1960-an dan 1970-an, berikut puluhan foto-foto keluarga yang menggambarkan suasana perjamuan makan. Salah satu arsip foto yang menarik dari koleksi M. Yusuf adalah foto studio bersama saudara laki-lakinya dengan keterangan di bagian bawah: Pertemuan Saudara Makassar, 1952.
Family Photo and Document Collection of M. Yusuf (Watampone)
M. Yusuf was a civil servant in the Department of Religious Affairs, Bone Regency. With an educational background in the DDI Islamic boarding school, he also built a substantial collection of classical Islamic texts (kitab kuning). Among the family materials digitized are his school graduation certificate from Gemmi, Bengo, Bone, dated 1947, along with several other diplomas and identity cards from the 1950s, 1960s, and 1970s. The collection also includes dozens of family photographs, many depicting lively dining gatherings. One particularly striking image is a studio portrait of M. Yusuf with his brothers, captioned at the bottom: Pertemuan Saudara Makassar, 1952 (“Makassar Brothers’ Gathering, 1952”).
Koleksi Foto dan Dokumen Keluarga Sukarta (Barru)
Drs. Sukarta (1955 – 2021) lahir bertepatan dengan bulan pemilu pertama di Indonesia pada Desember 1955. Ayahnya seorang nasionalis pengagum Soekarno-Hatta. Nama Sukarta adalah singkatan dari dwitunggal proklamator tersebut. Pada saat ia belia, ia menempuh pendidikan di DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) Takkalasi, Barru kemudian melanjutkan pendidikan di STIA (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi) YAPPI, Kota Ujung Pandang. Ia meraih gelar sarjana muda (D3) di tahun 1983, kemudian terangkat sebagai pegawai negeri sipil di Rantepao, Tana Toraja (sekarang Toraja Utara) sampai pensiun. Arsip foto dan dokumen Keluarga Sukarta yang saat ini disimpan oleh salah satu putranya dan didigitasi oleh Musyawarah Arsip menggambarkan suasana masyarakat di Barru, Soppeng dan Toraja, tiga kabupaten di mana ia pernah lahir, menikah, beranak pinak, ditempatkan untuk bekerja, dan menghabiskan masa tua hingga wafat.
Family Photo and Document Collection of Sukarta (Barru)
Drs. Sukarta (1955–2021) was born in December 1955, the same month as Indonesia’s first general election. His father, a nationalist and admirer of Soekarno and Hatta, named him “Sukarta” as a tribute to the nation’s founding duo. As a youth, Sukarta studied at DDI (Darud Da’wah wal Irsyad) Takkalasi in Barru before continuing his education at STIA (College of Administrative Sciences) YAPPI in Ujung Pandang. He earned his associate degree (D3) in 1983 and later served as a civil servant in Rantepao, Tana Toraja (now North Toraja), until his retirement. The digitized photo and document collection, preserved by one of his sons and processed by Musyawarah Arsip, captures the social life and everyday atmosphere of Barru, Soppeng, and Toraja—three regencies where Sukarta was born, married, raised his family, worked, and eventually spent his final years.